Langsung ke konten utama

Tujuh belas

Jangan Pergi 


Dan di antara kenanganku dan kenanganmu yang hanya berlangsung hitungan bulan,
Terselip beberapa kenangan yang menyenangkan atau pun menyedihkan,
Aku sudah berjuang,
Aku sudah berusaha menunjukkan segalanya padamu,a
Aku lukiskan bagaimana perasaan yang sudah aku dedikasikan untukmu,
Tapi itu mungkin belum cukup untuk membuatmu percaya padaku.


Saat aku memutar kembali segala kenangan tentang kita,
Waktu terasa berjalan begitu cepat,
Kemarin kau berada persis di sebelahku,
Sekarang kau sudah pergi tak tahu kemana,
Kalau seandainya waktu bisa diputar,
Aku ingin hati ini lebih bisa untuk bersabar,
Aku ingin untuk bisa meredam segala ego.


Kalau seandainya kemarin aku tidak memaksakan kehendakku untuk memilikimu,
Mungkin semua tidak akan pernah seperti ini,
Tapi nyatanya aku tidak kuasa menahan segala rasa yang sudah menumpuk di hatiku,
Segala rasa yang memang sudah saatnya untuk diungkapkan,
Walaupun akhirnya aku tak pernah mendapatkan jawaban yang paling aku inginkan.


Aku tak pernah bosan melihat segala kenangan tentang kita,
Melihat segala hal yang kita lakukan bersama,
Memang benar kata orang-orang,
Bahwa masa pendekatan adalah masa paling indah sebelum menjalin sebuah hubungan,
Tapi aku mungkin lebih menyedihkan lagi,
Menjalin hubungan denganmu saja aku tak sempat.


Tiba-tiba aku rindu duduk di sebelahmu,
dan tentu seperti biasanya,
Tanpa spasi dan tanpa jeda,
Aku rindu tentang kita yang sering kali membicarakan hal-hal yang kita suka mapun sebaliknya,
Kita sama-sama belajar membaca masalah dari sudut pandang berbeda,
Menertawakan hal-hal yang sering membuat kita menangis,


“Haha", sekonyol dan sesederhana itu kita”


“Bagimana kabarmu sekarang?”,


Kalau waktu dapat di ulang,
Aku ingin sekali mengulang masa-masa indah itu,
Aku sadar bahwa semua ini terjadi karena kesalahanku,


“Apa kau baik-baik saja disana?”,


Seandainya saat ini kau melihat langit,
Di sana ada banyak doa dariku yang bersemayam untukmu,
Di langit yang kau tatap ada banyak rindu yang aku titip,
Di tanah yang kau pijak, ada rasa sayang yang aku tanamkan.


Aku benar-benar merindukan sosokmu yang dulu,
Rindu dengan segala obrolan sederhana yang menenangkan,
Rindu dengan tawa yang berhasil memecahkan jarak,
Mamun nyatanya sekarang semua berbeda,
Kita menjadi dua orang asing yang sudah tidak saling tanya,
Jangankan untuk saling menanya kabar,
Saling menyapa pun kita tidak.


Kini aku mencoba untuk beranjak dari sebuah titik dimana aku sudah berdedikasi dengan baik,
Namun tidak pernah dihargai,
Munafik sekiranya jika aku tidak berharap lagi padamu di masa yang akan datang,
Mau dan aku tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di masa depan,
Sekarang aku harus berjuang kembali,
Jika kemarin aku berjuang untuk menaklukkan perasaanmu,
Maka saat ini aku berjuang untuk melupakan segala tentangmu.


Tidak ada dendam,
Tidak juga ada amarah,
Satu doaku,
Semoga kau bahagia, dan
Tetap baik-baik saja di mana pun kau berada.







“Kelak pada suatu hari nanti, akan aku tuliskan cerita bersamamu,
Bahkan, akan aku bukukan segala tentangmu,
Aku hanya ingin membuktikan ke semua orang, bahwa kau yang telah hilang makna,
Akan menjadi suatu hal yang penuh makna”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh