Langsung ke konten utama

Dua puluh enam

Saat, kau Kembali


Kadang aku bertanya pada diri sendiri,
Kenapa aku harus peduli dengan keadaaan yang saat ini menimpamu,
Sedangkan dulu ketika aku merasakan hal yang serupa,
Kau tidak pernah ingin tahu apa yang sedang terjadi padaku,
Mengapa tidak aku balas saja perlakuanmu yang pernah kau lakukan dulu.


Namun, ada yang lebih penting dari pada egoku,
Ada yang lebih aku khawatirkan dari pada sakit dan lelahku,
Ada yang lebih kupikirkan dari pada rasa sesalku,
Yaitu dirimu,
Katakanlah padaku bahwa saat ini kau baik-baik saja,
Dan kumohon berhentilah bersedih, karena aku disini selalu mengharapkan kebahagiaan ada padamu.


Aku dengar kesedihan yang kau rasakan tak kunjung usai,
Kekecewaanmu yang kau derita belum juga selesai,
Sebuah situasi yang membuatku kembali datang untuk menemuimu,
Aku tidak kuasa menahan diri untuk tidak peduli denganmu,
Amu mencoba mengajakmu tertawa, mengukir senyum di wajahmu,
Berharap bisa menggantikan segala kesedihan yang sekarang melandamu.


Aku kirimkan sebuah pesan singkat yang aku rangkai dalam rangka untuk membuatmu kuat,
Kau harus belajar untuk berjalan lagi walau hatimu rapuh,
Kau tidak akan pernah sendiri,
Hidup ini indah jika kita bisa mengikhlaskan apa yang memang harus dilepas,
Kau terlalu indah untuk dikalahkan oleh rasa sakit.


Sore ini apakah kau sedang melihat langit?
Warna jingga yang terlukis dilangit selalu membuatku terkesima,
Aku selalu mendamba banyak harap di setiap warna yang semesta berikan saat itu,
Dan satu saja hal sederhana yang paling aku inginkan yaitu kehadiranmu lagi dalam hidupku.


Aku ingin menjaga hatimu, walaupun itu dalam waktu yang tidak lama,
Aku ingin menyediakan pundakku untuk kau merebah ketika merasa lelah,
Amu masih menunggu kesempatan itu ada,
Menunggu segala hal baik darimu tiba,
Waktu tidak pernah mengubahmu dari pandanganku, kau tetap indah seperti awal kita berjumpa,
Tetap memikat sejak pertama kali kulihat,
Kalau pun ada yang berbeda, itu hanyalah matamu, yang terlihat lebam karena terlalu banyak mengeluarkan air mata kesedihan.


Kejadian ini membuatku berpikir untuk datang kembali padamu,
Membantumu menyembuhkan luka,
Dengan konsekuensi, kau akan mengharagai setiap kerja kerasku hingga berhasil menyembukan lukamu,
Atau kau kembali tidak menghargai segala yang telah kulakukan untukmu.


Kau tahu? tidak banyak orang yang bersungguh-sungguh perihal rasa,
Salah satunya orang yang pernah kau cintai,
Ia hanya hadir ketika membutuhkanmu saja,
Kemudian mendua tatkala kau sedang cinta-cintanya,
Namun karma tidak akan pernah kemana-mana,
Sampai waktunya tiba, rasa bersalah akan menghampirinya,
Dan kemudian ia kembali datang padamu, lalu, apakah kau masih akan tergoda dengan kepalsuan semacam itu?


Tidak pernah mudah bagiku keluar dari sebuah rasa yang rumit ini,
Walau aku menyadari betapa bodohnya perasaan ini yang tak hentinya mencintai,
Jika bisa aku melupakan, sudah aku lupakan kehadiranmu sejak dulu, namun aku tidak pernah bisa mewujudkannya.
Namun aku tetap percaya pada satu hal,
Kalau kau memang diperuntukkan untukku, tidak akan ada satu orang pun yang bisa menyangkal,
Aku akan menanti selama aku bisa,
Mungkin saja suatu saat kau akan menoleh kepadaku, melihat kesetiaanku menunggu kehadiranmu sejak dulu,
Dengan sekuat-kuatnya hati, aku disini akan tetap berdiri menanti kedatanganmu kembali.









“Ribuan pagar yang aku pasang sebagai  tameng,
Puluhan lapis tembok yang aku bangun sebagai benteng,
Runtuh seketika melihat kedatanganmu,
Kau terlalu indah untuk aku tolak”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh