Langsung ke konten utama

Sembilan belas

Menata hati yang patah


Tetaplah berjalan meskipun perih,
Tetaplah berjalan meskipun lelah,
Tetaplah berjalan meskipun rasa sakit melanda,
Tetaplah berjalan dibawah sinar matahari,
Tetaplah berjalan dibawah kegelapan,
Tetaplah berjalan meskipun sendiri .


Jangan pernah takut sendiri,
Karena kita tidak pernah benar-benar sendiri,
akan ada bayangan yang senantiasa menemani langkah,
Akan ada doa-doa orang terkasih yang menghiasi,
Akan ada kebahagiaan dari orang-orang yang menyayangi.


Entah bagaimana aku akan memulai lagi segala keteraturan yang kau runtuhkan ini,
entah bagaimana aku bangkit dari keterpurukan ini,
Aku seperti kehilangan cara untuk memperbaiki segala yang telah terjadi.


Kusempatkan waktuku untuk menulis beberapa kata di lembaranmu,
Rasanya memang takkan ada harapan lebih,
membuatmu tesenyum mungkin hanya sebagian kecil dari yang tak terhitung olehmu,
Kupikir bersamaku kau memang bahagia,
ternyata aku salah,
Nyatanya aku hanya menjadi seseorang yang diingat saat dibutuhkan saja,
Kalau saja kau tahu, hatiku bukan hotel atau wisma yang bisa kau kunjungi semaumu saja,
Lantas pergi seenaknya saja meninggalkanku ketika lelah mu terlah sirna.


Selepas hatiku kau patahkan dengan kejamnya,
aku memutuskan untuk berdamai dengan fikiranku,
Jika dulu aku hanya mengikuti kata hati yang menggebu-gebu,
Maka untuk saat ini aku akan lebih menerima saran dari fikiranku yang kerap kali terabaikan,
Aku akan kembali melangkah, melupakan sedikit demi sedikit segala hal tentang dirimu,
Tentang tawamu yang menenangkanku,
Tentang wajahmu yang mendamaikanku,
Tentang bola matamu yang kerap memancarkan cahaya kebahagiaan.


Sekeras mungkin aku merobekkan setiap kenangan tentangmu di dalam otakku,
Menghapus sisa-sisa tentangmu yang kerap mengahantuiku,
Aku mencoba ikhlas walau kadang air mata terkucur deras,
Mencoba kuat walau kadang hati merasakan sakit hebat.


Aku akan menjadi seseorang yang pura-pura kuat,
Menjadi seorang yang mencoba tegar meski pada kenyataanya rasa sakit masih berkobar,
Mencoba melangkah walau rasa masih menggila,
bagaimana pun keadaan,
Aku tidak boleh berlama-lama terlarut dalam kesedihan,
Dan tenggelam dalam lautan penyesalan.


Aku coba membuka cakrawala,
membuka fikiran,
Dan membuat serangkaian pertanyaan pada hatiku sendiri,
Bukankah obat dari patah hati adalah hati yang baru,
Bukankah obat dari hati yang hancur adalah mencari hati yang siap memperbaiki,
Bukankah obat dari rasa sakit adalah tempat yang bisa memberikan kesembuhan,
Bukankah obat dari kekecewaan adalah mencari tempat yang menawarkan kebahagiaan.


Tidak pernah mudah untuk bisa langsung melupakan,
Akan tetapi tidak mudah bukan berarti tidak bisa, aku hanya harus mencobanya,
Perlahan-lahan aku akan fokus menatap ke depan,
Berjalan tanpa menoleh lagi ke belakang, berlari tanpa berhenti,
Mencari seseorang yang menantiku di depan,
Mencari seseorang yang siap berjuang dengan segala keadaan.


Kau yang sudah aku perjuangkan, ternyata malah membuang,
Kau yang sudah aku anggap masa depan, ternyata mengangapku hanya sekadar hiasan,
Kau yang sudah aku anggap rumah, tak lebih mengangapku sebagai tamu yang sibuk berlalu-lalang .


Tidak perlu susah payah membantuku untuk memperbaiki apa yang rusak,
Tidak usah bersusah payah membantuku menyembuhkan apa yang sakit,
Biarlah aku belajar bangkit dengan caraku sendiri,
Kau urus saja duniamu,
Dan aku akan terbaiasa dengan duniaku.





“Nanti jika kau temukan aku menemukan sepotong hati yang baru,
Ketahulah, untuk melewatinya aku butuh banyak waktu dan pengorbanan,
Melewati hari-hari dengan mematikan harapan akan bisa bersamamu,
Menghabiskan waktu malam-malam dengan membunuh segala ingatan tentangmu”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh