Langsung ke konten utama

Dua Puluh Tiga

Bayang yang membias


Eksepektasi tentangmu semakin bertambah seiring berjalannya waktu,
Seperti sebuah rasa yang semakin harus terus bertumbuh kadarnya,
Ekspektasi tentangmu pun begitu adanya, kita pernah baik-baik saja hanya dengan hal-hal sederhana yang kita lakukan bedua,
Tapi aku lupa bahwa ekspektasi tak selalu menjadi fakta dikemudian harinya,
Ekspektasi yang aku miliki malah berubah menjadi rasa kecewa.


Rasa kecewa yang tidak bisa aku gambarkan seperti apa,
Hanya membuat bahagia milikku tidak lagi tercipta,
Kah tidak memutuskan untuk tetap tinggal,
Kau lebih memilih pergi dariku, hingga meruntuhkan segala espektasi yang sudah aku rencanakan.


Jika dipikir-pikir, aku ini bodoh, tak pernah merasa lelah meski berkali-kali merasa patah,
Tidak pernah peduli bahwa imajinasi yang kumilki tidak berbanding lurus dengan realitas,
Aku selalu berusaha memperjuangkan cintamu di setiap penjuru hati,
Meski kau sering menghilang dari radarku dan pergi seenak hati,
Namun pada kenyataannya, kehadiranmu hingga saat ini masih belum bisa untuk terganti.


Ikhlas adalah salah satu jalan terbaik yang harus kutempuh,
Disaat kau perlahan memutuskan untuk pergi dan menghilang dari kehidupanku,
Disaat kau sudah tidak tersedia lagi di depan mata,
Disaat ucapan selamat malam darimu tak kunjung tiba,
Disaat kau tidak lagi  menganggapku ada, aku akan belajar untuk mengikhlaskan kepergianmu,
Kepergian seseorang yang pernah menjadi hal penting dalam hidupku.


Kisah berlalu begitu cepat dengan cara yang tidak tepat,
Di ujung lembayung kau dan aku memutuskan untuk berpisah,
Hanya tersisa bayanganmu yang membias dalam kehampaan,
Mimpi buruk tak henti-hentinya menghampiri,
Semua terasa berubah  saat kau tak berada di sampingku,
Andai aku bisa mengerti bahwa kepergianmu adalah sesuatu hal yang harus aku terimakan,
Mungkin semua tidak akan berlarut sejauh ini,
Biarlah aku peluk puing-puing kisah yang tersisa.


Kau dan aku pernah terpaut dalam satu masa namun tidak dalam satu takdir,
Kau dan aku pernah saling membahagiakan namun tidak saling membanggakan,
Kau dan aku pernah berpegangan tangan hanya dalam satu haluan,
Kisah kita serumit ini, kita saling berterus terang hanya untuk berangkat dan segera menghilang.


Telah kucoba untuk membiarkan semuanya berlalu seiring waktu,
Hati yang tidak kunjung sembuh dari luka, perasaan yang tetap sakit akibat patah,
Aku coba untuk menikmati sembari menjalani hari-hari,
Melalui orang lain yang hadir sebagai pemeran pengganti,
Naamun tetap belum mampu menghapuskan jejakmu yang tertinggal disini.


Bagaimana mungkin aku bisa melupakan dirimu,
Sedangkan sudah cukup dalam aku menyimpan dirimu dalam hati dan perasaan,
Pikiranku hanya dipenuhi dirimu, karena aku telah meletakkanmu cukup jauh dalam kalbu,
Hingga membuatku merindukanmu setiap waktu walau kau sudah tidak bersamaku.


Bagaimana pun menggantikan kehadiranmu tidak semudah membalikkan telapak tangan,
Tidak semudah memejamka mata lalu membukanya kembali,
Tidak semudah berdiri setelah jatuh lantas berjalan lagi,
Segala tentangmu sudah menjadi bagian dari hidupku,
Kehadiranmu sudah punya tempat tersendiri yang tidak akan pernah bisa terganti.


Aku pikir semua yang telah kau lakukan padaku akan selamanya melekat,
Semua yang pernah kau berikan padaku akan selalu teringat,
Sebab karenamu lah aku menemukan lagi jalan yang tepat,
Karena kau lah yang membantuku untuk tetap kuat,
Membantuku untuk tetap sehat,
Sebelum akhirnya kau juga yang membuatku patah hati hebat.


Tidak pernah mudah untuk melupakan setiap kenangan,
Karena hati manusia adalah ladang kenangan,
Namun aku hanya perlu mengerti,
Bahwa seluruh rasa yang kita miliki akan hilang suatu saat nanti.







“Merindukan seseorang yang tidak pernah merindukanmu adalah sebuah keniscayaan,
Aku selalu percaya dan menyadari tentang itu semua,
Namun bodohnya,
Kita seringkali tenggelam dalam kenangan yang membawa kita pada sebuah kerinduan”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh