Langsung ke konten utama

Tiga Puluh Sembilan

Berjalan untuk menghapus Luka


Aku percaya, titik cinta yang paling tinggi adalah ketika kau bisa merelakan orang yang kau cintai untuk bahagia dengan pilihan nya,
Dan jika seandainya suatu saat aku harus melakukan itu, akan aku lakukan dengan keikhlasan yang paling dalam, namun tolong kau dapatkan kebahagiaan itu dengan cara yang elegan, dengan tidak menjadi seorang wanita yang murahan, mempersilahkan segala hati masuk, tanpa menimbang terlebih dahulu.


Siang ini ketika aku sedang berkumpul dengan sahabat-sahabat yang mengagumkan, salah seorang sahabat karibku berujar,
"Jika sedang diterpa masalah yang membuat harimu tanpa warna, alam lah tempat terbaik untuk mengobatinya” sepertinyaa sahabat-sahabatku tahu sekali tentang apa yang aku alami saat ini, padahal tidak ada sedikit pun masalah yang aku ceritakan,
Mungkin benar kiranya, bahwa seorang sahabat tahu segala isi hati sahabatnya, bahkan tanpa di utarakan sekalipun.


Sebuah ucapan yang akan membawaku kembali ke alam, menggeluti hobi yang sudah lama tak aku kerjakan, mungkin ia benar bahwa alam adalah sebaik-baiknya tempat untuk merebah, tempat untuk berteriak sekencang-kencangnya, melepaskan segala isi hati yang sudah terpendam lama.


Di alam lah aku bisa bercengkarama lebih dekat dengan sahabat, bercerita tentang segala keluh kesah ditemani secangkir kopi yang siap membantu menyelesaikan segala masalah, siang itu angin membawaku ke sebuah pulau yang masih belum banyak di jamah oleh manusia, pulau yang menjadi tempat terbaik untuk menghabiskan waktu, sembari menunggu kabar baik darimu nun jauh di seberang sana.


Senja kian temaram, tatkala senja mulai kembali ke peraduan nya, bersamaan dengan kapal yang hilir mudik di dermaga, aku duduk termenung di pinggiran pulau berteman angin yang bertiup lembut, juga suara dari pohon kelapa yang menambah senduh suasana, banyak sekali pertanyaan yang hadir di benakku, penyesalan juga tidak pernah lepas dari pikiranku kala itu, apa yang harusnya aku lakukan setelah ini? Membiarkanmu pergi? atau tetap berusaha mempertahankan?
Malam kian meninggi, aku mentahkan segala pikiran yang membelenggu, tidak seharusnya aku bersikap seperti ini, memikirkan segalanya secara berlebihan,
Jika seandainya kau memang tercipta untukku, semesta akan membawaku ke hadapanmu, namun jika ia tidak tersediakan untukku, semesta juga lah yang akan menjauhkan kau dari pandanganku,
Untuk saat ini aku akan menyerahkan semua nya pada semesta, semoga kedepannya, akan kudapatkan keputusan paling baik.


Suasana di pulau yang sepi membantuku untuk berpikir jernih kembali,
Berkontemplasi dengan alam semesta dan mulai mengenal lagi diri sendiri,
Hari yang aku lewati bersama para sahabat benar-benar membuatku berhenti memikirkan segala masalah yang ada,
Berjalan bersama teman-teman di sebuah pulau tidak sepenuhnya membuatku kehilangan masalah, ia hanya mengajarkan padaku bahwa segala masalah pasti ada jalan keluarnya.


Sejak awal harusnya aku menyadari,
Bahwa aku punya orang-orang hebat yang terlahir di dunia,
Bahwa aku punya orang-orang hebat yang membuatku berwarna,
Bahwa aku punya orang-orang hebat yang senantiasa ada di kala suka dan duka,
Jika ditanya siapa mereka, para sahabatlah jawabannya,
Mereka yang mengajarkanku bagaimana menjalani kehidupan yang tidak pernah sesuai dengan rencana, menghadapi segala teka-teki yang seringkali membuatku merana, membantuku untuk percaya, bahwa segala hal yang terjadi, adalah kehendak sang empu nya jagat raya,
Mereka yang aku kira hidupnya baik-baik saja, ternyata malah punya masalah yang lebih besar dari yang aku derita, mereka yang aku pikir adalah orang-orang dewasa, ternyata juga punya sisi melankolis yang tidak pernah aku duga.


Dan diantara kenangan yang tersimpan di dalam senyuman, ada beberapa hal yang tidak bisa kita mengertikan, semoga langit tetap dengan janji nya, bahwa yang sudah lama terjalin akan tetap selamanya terjalin, aku rasa kita hanya perlu percaya, bahwa kita memiliki pandangan dan cara bersahabat dengan gaya masing-masing, dan barangkali itu yang membuatnya penuh banyak rasa dan warna.


Aku tidak tahu bagaimana cara membalasnya, aku hanya berterimakasih banyak kepada para sahabat yang selalu ada ketika ditimpa masalah, sahabat yang selalu ada di kala senang maupun susah,
Tidak terhitung sudah berapa banyak bintang yang menemani kita menghabiskan malam, tidak tergambarkan sudah berapa kali peristiwa matahari terbit dan terbenam melihat kebersamaan kita, pun tidak pernah tedeteksi sudah berapa banyak canda dan tawa yang kita torehkan bersama, dan semua hal yang tidak bisa dijelaskan.







“Rinduku kehilangan tempat berlabuh,
Rasanya lelah, mungkin sebentar lagi akan tenggelam,
Semoga ekspektasi tentangmu juga tenggelam,
Dan segala bayangmu pergi di bawa sang waktu”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh