Langsung ke konten utama

Empat Puluh Delapan

Menjalani hari tanpa kehadiranmu


Di kota ini, setiap sudutnya membawaku pada kenangan-kenangan tentangmu, kenangan tentang hujan dan basah kuyubnya,  angkot dengan terminalnya, sejuk dangan senyumanya, marah dengan manjanya, jarak dengan rindunya, sore dengan perpisahannya, mati aku dikoyak rindu tentangmu.
Selepas kepergianmu, hari-hariku tetap berjalan seperti biasanya, tidak seburuk yang pernah aku rasakan seperti sebelumnya, aku menjalani hari-hariku dengan baik-baik saja, waktu benar-benar memudarkan segala luka yang pernah aku rasa, walaupun itu tidak pernah berjalan dengan mudah, butuh proses yang sebagian orang tidak bisa melaluinya, hingga berujung pada kegagalan memperbaiki rasa.


Aku tidak pernah benar-benar bisa melupakan segala yang pernah kita lalui, tidak pernah mudah melupakan sesuatu yang telah banyak memberikan warna, aku hanya belajar untuk mengikhlaskan kepergianmu, sementara melupakanmu adalah sebuah kemustahilan yang tidak akan pernah bisa aku lakukan, kecuali jika pikiranku mengalami kelumpuhan.
Sekarang yang berbeda hanyalah, tidak ada lagi dirimu yang biasanya menjadi teman bicaraku, aku juga sungkan untuk menganggu seseorang yang sudah menjadi milik orang lain, kalau pun nanti jika kita tidak sengaja dipertemukan dan berpapasan di tengah jalan, aku akan menyapamu sekedarnya,karena aku menghargai ia yang kini telah bersamamu.


Semenjak peristiwa yang menyedihkan kala itu, kita tidak pernah lagi saling berkomunikasi, apalagi saling menanyakan kabar, sebuah situasi yang memang aku inginkan untuk mempermudahku mengikhlaskan kepergianmu, namun jangan kau kira aku berhenti mendoakanmu, aku selalu mendoakan yang terbaik untukmu, sekejam apapun perbuatan yang telah kau lakukan padaku.
Kini telah sama-sama kita temukan jalan, sebuah jalan untuk merengkuh kebahagiaan, meski jalan yang kita lalui berbeda, meski tidak bersama, tapi itu bukanlah alasan untuk kita tidak saling mendoakan.


Semoga kau benar-benar menemukan bahagia, semoga kelak kau tidak lagi mengalami sakit hati seperti sebelumnya, semoga kau tidak salah telah memilih ia untuk menjadi penuntun jalanmu, menjadi kekasih yang menghiasi hari-harimu.


Untuk terakhir kalinya,
Semoga kau selalu bahagia.






“Aku lelah, jika harus terus menerus berpura-pura kuat,
Aku rindu cemburu tapi tak sanggup berbicara,
Aku marah tapi tak berhak mengatakannya,
Biarlah, aku pergi dengan segala rasa yang mendera”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh