Langsung ke konten utama

Empat puluh empat

Patah Hati Terhebat


Selamat tinggal aku ucapkan, berbahagialah dengan ia yang menjadi pilihanmu, jaga dia dengan sebaik-baiknya agar tak ada lagi kehilangan, katakan apa saja yang ingin kau katakan padanya, agar tidak ada lagi kesalahpahaman, ungkapkan apa saja yang ingin kau ungkapkan, agar ia menjadi seperti yang kau harapkan, mungkin seharusnya kau tidak hadir lagi, kalau kemudian kembali pergi.


Dalam senyap, kau adalah orang yang paling aku rindukan, namun kita dipisahkan oleh sebuah keadaan, keadaan kau yang sudah bersamanya, sementara aku dalam keadaan tidak dengan siapa-siapa, dalam diam, kau adalah orang yang paling aku idam-idamkan, memendam, namun tak pernah punya kesempatan untuk aku dapatkan, dalam hening, kau adalah orang yang paling sering hadir di tengah hiruk pikuk bising, walau sekarang kita sudah menjadi sepasang orang asing.


Setiap manusia pasti punya kesabaran, begitu pun yang aku miliki dengan segela keterbatasanya, dan sekarang aku sudah melampui batasnya, aku tidak yakin akan bisa menunggu lagi, aku telah memutuskan untuk tidak bertahan dari keadaan yang sangat meyakitkan untukku, jadi memang sebaiknya aku pergi menghindari segala perih.


Entah bagaimana perasaanku sekarang ini, aku sempat percaya dan memupuk harapan kepadamu bahwa kau lah orang yang selama ini aku cari, tetapi dugaanku salah, kau hanyalah pelangi yang datang setelah hujan reda, selepas itu kau pergi, ternyata kau hanya angan yang tidak pernah bisa aku gapai, karena memang mungkin tujuanmu bukanlah untuk menetap, tetapi hanya mencari tempat sementara yang kau jadikan atap.


Aku tidak tahu sudah berapa kali kau mematahkan hatiku, begitu pun aku yang tak pernah terhitung sudah berapa kali bangkit dari keterpurukan karenamu, mengenalmu dulu menandai sebuah kebangkitan dalam hidupku, walau sekarang kau juga yang menjatuhkanku, mengenang segala tentangmu selalu membuatku bersedih, beruntunglah kau yang sedang menyusuri jalan baru bersamanya, sedangkan aku masih saja mengurai luka setaip waktunya, kau dengan nya akan menemui hal-hal baru sementara aku masih akan terikat dengan segala kenangan masa lalu.


Sekarang kita mempunyai dimensi dunia yang berbeda, kita mempunyai hari-hari yang berlainan, hari-harimu sudah di penuhi tentang dia dan dia, sementara hari-hariku masih saja di isi dengan luka dan luka, waktumu selalu di habiskan pada kenyataan tentang hidup bahagia bersamanya, sementara waktu selalu di habiskan pada khayalan yang menyiksa jiwa, kalau merelakanmu membuatmu merasa bagai burung yang di lepas sangkar, aku bisa apa selain tersenyum bahagia, meski sebearnya hatiku memberontak keras untuk merelakanmu.


Akhirnya, semua tawa yang pernah menghiasi di setiap pertemuan kita mulai senyap, segala pemberitahuan darimu yang masuk di ponselku mulai bisu, sapaan hangat berubah menjadi ratapan, kau yang dulu terlihat nyata perlahan menghilang dari realita.


Tapi aku akhirnya menyadari bahwa dalam hidup ini akan ada banyak sekali orang yang datang untuk singgah lalu pergi, yang harus kita tahu adalah bagaimana cara kita menyikapi segala perpisahan, melepaskan seseorang yang teramat kau cinta tidak pernah mudah, tapi mempertahankan seseorang yang tidak pernah menginginkanmu ada jauh lebih susah.


Semua sudah berakhir, sekarang sudah saatnya kita sama-sama melangkah tanpa mengenang segala hal yang pernah membuat luka maupun bahagia, pergilah jangan lagi sisakan sedikit pun segala hal tentangmu di sini, bawa saja pergi bersama ragamu,  kenangan serta segala hal yang pernah tersimpan dalam memori, bukan lagi menjadi hakmu, biar itu aku yang simpan dengan caraku.





“Kau seperti hujan,
Memberikan keteduhan pada jiwa-jiwa yang marah,
Kau, sumpama pelangi yang memberikan garis senyum kepada mereka yang sendu,
Namun aku lupa, bahwa hujan dan pelangi tidak pernah abadi”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh