Langsung ke konten utama

Empat Puluh Sembilan

Surat terakhir untukmu


Ada yang tidak lengkap rasanya, jika aku tidak memberi kenang-kenangan untuk perpisahan kita, maka izinkan aku untuk memberi sebuah persembhan untukmu, aku merangkai tulisan sejak kita masih sedekat nadi, sebelum akhirnya sejauh matahari, tentang kita, tentang aku, tentang kau, dan tentang segala keadaan yang pernah kita lalui.
Kau adalah salah satu hadiah terindah dari sang empunya semesta, hadiah yang akan selalu terkenang hingga aku dimakan usia.


Berawal dari kedatanganmu yang tidak pernah aku duga sebelumnya, hingga berakhir dengan cara yang aku anggap luarbiasa, sebuah pertemuan kala itu, mataku dan matamu beradu tatap diantara guyuran hujan yang jatuh ke bumi, tanganku mengenggam tanganmu, mulutku mengucap sebuah kalimat yang membawa kita pada kedekatan.
Sejak pertemuan itu, hari-hariku diisi dengan memikirkanmu, tidak terasa hari berganti hari, kamu dan aku semakin dekat, segala tentangmu semakin pekat dalam ingat, rasa nyaman tidak bisa lagi dipungkiri, dan cinta yang kumiliki tidak bisa lagi di ajak untuk berkompromi.


Semakin hari, ragu dan yakin senantiasa menghiasi, satu sisi aku yakin dengan perasaan yang aku miliki, satu sisi aku ragu atas perasaan yang kau milikki untukku, sepanjang jalan cinta yang pernah aku tempuh, denganmu adalah hal yang paling berkesan, aku pernah memiliki perasaan dengan seseorang beberapa tahun yang lalu, pernah menjalani hubungan walau akhirnya dipisahkan, sejak saat itu aku tidak pernah merasakan cinta kembali, barulah padamu aku merasakan lagi semuanya, semesta mempertemukan kita dengan cara yang luarbiasa, walau akhirnya semesta juga yang memisahkan kita dengan tega.


Waktu sempat memisahkan kita berdua, hingga akhirnya dipertemukan kembali, tetap seperti sedia kala, kau terlihat biasa saja dalam menghadapi segala kisah, sementara aku menunggunya dengan antusias yang beda, berharap akan ada satu hal yang bermakna.
Sampai pada akhirnya, kehadiran orang ketiga menyudutkan keberadaan kita berdua, kau dan aku resmi berpisah, oleh situasi yang tidak pernah aku perkirakan sebelumnya, aku menyerah pada keadaan, sebagai manusia normal, aku juga punya rasa lelah, kecewa, sama seperti manusia normal lain nya, aku memilih untuk mundur, bukan berarti rasa yang aku miliki telah luntur.


Terimakasih untuk segalanya, segala cerita, segala canda tawa, juga duka lara dan pelajaran yang terbesit di dalamnya, biarlah seperti ini saja untuk saat ini, kau bersamanya, dan aku bersama kenangan lama kita, pada akhirnya semesta lah yang paling mengetahui apa yang terbaik untuk kita berdua.







“Sekuat apapun kau genggam, setangguh apapun kau halangi, setegar apapun kau bertahan,
Jika memang bukan untukmu, tidak akan pernah menjadi milikmu,
Karena akan ada masa dimana kita melepaskan yang kita miliki,
Untuk mendapatkan lagi kebahagiaan”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh