Langsung ke konten utama

Empat Puluh Tiga

Dia, yang datang secara diam-diam

Kalau seandainya perpisahan bisa direncanakan, tentu aku akan mempersiapkan segala perencanan sebelum kita berpisah, jika seandainya putusnya sebuah hubungan bisa diprediksi, tentu akan kupersiapkan segala hal agar aku tidak merasakan sakit hati, namun hidup adalah keseluruhan tanda tanya yang tidak pernah kita ketahui kedepan nya, kita hanya harus berjalan, menghadapi segala yang telah terjadi dengan lapang dada, mengambil hikmah dari setiap peristiwa yang tercipta.


Satu hal yang tidak pernah aku persiapkan sebelumnya, bahwa akan ada seseorang yang datang untuk merebutmu dariku, tidak pernah terbayangkan sedikit pun olehku sebelumnya, bahwa di antara kau dan aku, ada seseorang yang diam-diam menyelinap masuk ketika kau merasa kecewa, ada seseorang yang telah datang memperkeruh suasana, ia datang mengambil kesempatan, mencoba bersikap bijaksana atas segala masalah yang tercipta, menghadirkan sebuah bencana diantara rencana.


Sebenarnya aku tidak begitu mempermasalahkan, jika seseorang  yang datang itu adalah orang yang tidak pernah aku kenali sebelumnya, namun yang aku sesalkan, seseorang yang datang padamu adalah seorang teman yang sudah lama aku kenali sebelumnya, seorang teman yang sudah sering kali makan bersama, juga menghabiskan setiap waktu bersama, duduk berdua sambil bercerita tentang keindahan cinta, namun rupanya ia juga yang membuat cinta tidak lagi indah.


Tidak kah kau merasa bersalah?
Menghancurkan sesuatu yang sudah aku impikan sejak lama, tidak kah kau merasa keterlaluan? Memanfaatkan situasi yang sedang ingin aku perbaiki, bukankah kau menyadari? Betapa sakitnya dikhianti oleh teman sendiri? Rupanya kau yang menjadi biang kladi atas kejadian ini, menyutradai ini semua dengan sempurna, kemudian memainkan peran dengan luar biasa, haruskah aku bertepuk tangan atas keberhasilanmu yang membuatku merana?
Namun aku harus mengerti, bahwa tidak semua orang menggunakan hati nurani, akan ada sseorang yang memanfaatkan kesempatan di dalam kesempitan, dulu aku menganggap dia adalah teman yang menganggumkan, namun ternyata malah ia yang menjatuhkan, biarlah ini kujadikan sebagai pembelajaran di waktu ke depan.


Jika memang ia sudah memilihmu, semoga kau bisa menjaganya dengan baik, jagalah dengan sebaik-baiknya kau menjaga, aku yakin ia tidak salah memilihmu, lakukanlah apa yang ingin kalian berdua lakukan, aku akan memaafkan segala kejadian yang sudah terlewatkan, biarlah kujadikan pembelajaran di masa depan.


Tidak sepantasnya juga aku menyalahkamu, dan juga ia yang telah merebutmu dariku, semua adalah salahku karena tidak bisa menjadi seseorang yang baik untukmu, tidak bisa menjadi seperti seseorang yang kau inginkan, dan tidak mampu menjaga kepercayaan yang sudah kau berikan, hingga kau memutuskan untuk mengalihkan pandanganmu dariku, bertukar dengan ia yang kau anggap mampu memenuhi segala hal yang kau mau.


Kalau sudah seperti ini yang terjadi,  satu-satunya hal yang harus aku lakukan hanyalah pergi, jika pun seandainya suatu saat nanti akan ada pertengkaran hebat di antara kalian, aku tidak akan mencampuri dan berlagak menjadi seseorang yang menengahi, apalagi menjadi orang ketiga seperti yang ia lakukan, karena aku tahu betul bagaimana rasanya dikhianati oleh seseorang yang sangat kita percayai, mana mungkin aku akan melakukan hal itu pada teman karibku sendiri.


Akan ada sedikit pesan yang ingin kusampaikan untukmu, tolong jaga ia dengan baik, perlakukan ia dengan sebaik-baiknya, sebagaimana kau memperlakukan ibu mu, jangan biarkan kesedihan menjadi teman akrabnya, jangan biarkan air mata kesedihan jatuh dari pelupuk matanya, tidak ada sedikit pun maksud untuk mengaturmu, itu tidak lain kusampaikan karena ia telah memilihmu untuk menjadi orang yang menjaganya,
Aku selalu mendoakan untuk kebaikan kalian berdua, semoga apa yang saat ini aku alami, tidak menghampiri dirimu di kemudian hari, karena kau tidak akan pernah tahu, betapa luarbiasa sakitnya di khianati.




“Mengapa kita dipertemukan?
Kalau hanya untuk kembali dipisahkan,
Bagaimana bisa aku begitu sulit melepaskan?
Sedang memilikimu saja belum pernah”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh