Langsung ke konten utama

Tiga Puluh Delapan

Hatiku, yang tak lagi utuh


Menunggumu seperti menantikan terbitnya sang fajar di pagi hari, walaupun tidak pernah menjanjikan kedamaian, aku tetap rela menunggumu,
Menantimu seperti mendambakan pelangi setelah hujan, walaupun tidak pernah pasti menghadirkan keindahan, aku tetap fasih menantimu,
Dan mengharapkanmu seumpama menunggu panas di musim penghujan, nampak sulit untuk direalisasikan, namun bukan tidak mungin untuk datang memberikan kebahagiaan.


Mungkin terdengar lucu, bagaimana jarak antara kebahagiaan dan kesedihan hanya seujung kuku,
Mungkin terdengar aneh, bagaimana antara angan dan keinginan tidak pernah sesuai dengan kenyatan,
Mungkin terdengar sakit, bagaimana kau yang sudah hampir aku pastikan, kembali terjauhkan oleh keadaan,
Mungkin kau belum tahu, betapa ingin sekali aku menjelaskan semua yang telah terjadi padamu.


Jatuh cinta seumpama air hujan yang turun dari langit, dengan segala kesegaran dan kesejukannya, maka di dalam hati tumbuh berbagai macam tanaman-tanaman indah yang memesona, dengan keindahanya itu pun kita seringkali terbuai dan merasa berbunga-bunga,
Jatuh cinta membangun sebuah impian untuk bisa mendapatkan seseorang yang sudah kita impikan sejak lama, menjemput segala kesenangan di setiap waktunya, tetapi timbul sebuah pertanyaan, apakah semua itu akan tetap bertahan selamanya?


Pada saat jatuh cinta, kita berada di fase tertinggi dalam hidup, segala hal terasa indah, namun ada juga beberapa hal yang akan timbul sebaliknya, hingga hal yang tidak pernah terduga pun datang, maka segala kebahagiaan dan kesenangan itu pun musnah seketika, berganti dengan luka-luka yang menyiksa segenap jiwa, pada saat ini lah kita benar-benar merasa bahwa dunia bersikap tidak adil, cinta yang harusnya menimbulkan kebahagiaan mendadak berganti dengan kesedihan, seringkali kita mencari alasan untuk meyalahkan atas terjadinya peristiwa patah hati.


Persis dengan hal yang saat ini aku rasakan, aku tidak tahu siapa yang harus aku salahkan atas peristiwa ini, apakah mereka yang dengan biadabnya membuatku terpisah denganmu, atau aku sendiri karena terlalu berharap padamu?


Setelah peristiwa ini akan ada sesuatu yang berbeda, walaupun perasaan yang aku punya mungkin saja masih sama dengan sebelumnya, kejadian ini untuk kedua kalinya aku alami,
Lantas sudah pantaskah aku disejajarkan dengan orang bodoh yang selalu jatuh pada lubang yang sama?


Jika boleh berkata jujur,
Aku lelah untuk membaca segala isyaratmu, membaca pikiran bukankeahlianku, kenapa kau tidak membenahi cara berinteraksi saja, dari pada menunggu aku untuk mengerti diammu, dirimu secara utuh tahu berbicara adalah jalan terbaik, atau kau hanya butuh bukti saja bahwa aku peduli?
Kalau aku tidak peduli sudah kutinggalkan semua omong kosong ini, sudah kutinggalkan kau karena keegoisan yang aku miliki.


Sering kali timbul pertanyaan dalam dada,
Kau ini benar-benar marah atau hanya ingin mengujiku saja?
Atau memang ini salah satu cara yang kau lakukan agar aku menjauhimu?
Karena telah ada orang lain di sebelahmu?
Apa aku ini terlalu mudah untuk kau dapatkan? Sehingga terlalu sukar untuk kau permainkan?.


Kau harusnya tahu betapa aku telah berjuang, membuang seseorang hanya untuk menciptakan lagi bahagiamu,
Kau harusnya mengerti, sudah berapa kali perasaanku mati, hanya untuk membuat kau berarti lagi,
Sebenarnya aku tidak ingin menjelaskan segala hal yang sudah aku lakukan,
Aku tidak mau menceritakan tentang betapa beratnya perjuangan yang sudah aku tempuh, namun aku hanya ingin kau tahu akan hal itu, sembari berharap akan ada perubahan sikap yang kau lakukan padaku, itu saja inginku.


Terkadang segala hal yang sudah kita lakukan, tidak mendapatkan balasan yang sama dengan yang kita inginkan,
Segala yang sudah kita perjuangkan, tidak pernah mendapatkan penghargaan,
Sesuatu yang sudah kita lakukan dengan penuh makna, tidak pernah di ketahui makna sebenarnya.


Namun aku selalu belajar dari segala peristiwa,
Darimu aku belajar untuk selalu menjadi lebih baik,
Denganmu aku belajar untuk melakukan yang terbaik,
Dan sekarang tanpa kehadiranmu,
Aku akan belajar untuk memperbaiki.







“Apa yang kita perjuangkan kini tidak lagi sama,
Atau memang tidak pernah sama,
Aku yang berjuang mati-maian untuk mempertahankanmu,
Kau malah berjuang begitu keras untuk melepaskanku”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh