Langsung ke konten utama

Tiga Puluh Satu

Kau


Hari esok adalah hari yang tidak pernah aku bayangkan akan terjadi lagi sebelumya,
Kau yang telah pergi dari hidupku tatkala aku sedang cinta-cintanya,
Kau yang telah menghilang tanpa permisi,
Hadir kembali dengan cara yang tidak pernah aku duga-duga, membawa kesejukan yang telah hilang sejak lama.


Semesta akan kembali mempertemukanku denganmu,
Debar dalam dada tidak bisa aku hindari,
Pikiran dalam kepala terus berputar tidak kenal henti,
Memikirkan tentang aku yang harus bersikap seperti apa dihadapanmu,
Aku tidak tahu seperti apa yang akan terjadi ketika kita bertemu nanti,
Sudah terlalu lama kita tidak menjalin komunikasi,
Selepas perpisahan yang tidak aku sepakati, aku tidak pernah melihatmu lagi,
Hingga waktu membawamu kembali, besok untuk pertama kalinya mataku akan menatapmu begitu dekat, begitu lekat dan tanpa sekat.


Rupa-rupanya tidak ada yang berubah dari dirimu,
Kau masih saja seperti kau yang dulu, tetap dingin, tetap seperti kau yang dulu,
Seseorang yang mahir sekali menyembunyikan perasaan,
Begitu banyak hal yang ingin aku tanyakan, namun lidahku kelu untuk mengutarakan,
Begitu banyak hal yang ingin aku ceritakan selepas kepergianmu, namun sifat diammu menghalangiku untuk mengungkapkan.


Setelah sekian lama kita terhalang jarak, berspasikan oleh waktu,
Kau dan aku berada lagi di bawah langit yang sama,
Bahagia yang kurasakan tidak dapat terlukiskan oleh kata-kata, tidak dapat di eja oleh rasa,
Aku selalu banyak belajar dari senja, pada senja aku belajar menunggu, pada senja aku belajar bersyukur, pada senja aku juga belajar sabar,
Dulu kau pergi tanpa ada penjelasan, sekarang kau kembali dengan beribu alasan,
Setelah patah hati yang kau rasa, kau kembali membawa segala luka,
Namun aku tidak akan membiarkanmu terkulai begitu saja, membiarkanmu terlarut dalam rasa luka, tidak usah ingat lagi masa lalu yang pernah ada.


Aku sudah melupakannya, sama sekali tidak berniat untuk mengingatnya,
Sekarang yang terpenting adalah bagiamana kau bisa bangkit lagi dari rasa luka yang mendera,
Kita bisa bersama-sama untuk menyelesaikan segala masalah yang ada,
Dan jika kau berkenan, aku ingin kita merajut kembali sebuah rasa yang pernah hilang tak tahu arah.


Duduk lah disampingku, ada banyak yang ingin aku ceritakan,
Tentang coretan-coretan yang acap kali aku hempaskan pada kertas,
Tentang rasa rindu yang tak henti-hentinya diterpa sepi,
Tentang lantunan doa yang tak bosan di dengar langit,
Tentang teriakan lantang yang tak pernah sungkan di dengar deru ombak,
Tentang tawa palsu sebagai penutup sedihnya hari-hariku tanpamu.


Entah mengapa, aku tidak pernah bosan mendengar cerita darimu,
Bahkan jika hal itu diulang terus menerus dengan topik yang sama,
Lalu kau meminta pendapatku tentang cerita yang telah kau jelaskan, kemudian aku menjawabnya dengan bercanda, berharap ada tawa yang terpecahkan diantara kita,
Kau pura-pura marah sembari mencubit bahuku, aku pun pura-pura berteriak kesakitan sambil meminta belas kasihan, dengan penuh rasa iba kau pun melepaskan,
Lalu mata kita saling bertatapan, terbius oleh keadaan,
Aku suka sekali saat-saat semacam itu.


Semoga kau lekas mengerti,
Bahwa rasa yang aku miliki tidak pernah mati,
Semoga kau menyadari, tentang segala ketulusanku selama ini yang tidak pernah lelah untuk menanti,
Semoga kau lekas memahami, bahwa persaan yang aku miliki tidak pernah salah,
Aku tidak pernah benar-benar tahu tentang rasa yang aku miliki, hingga untuk membencimu pun aku tidak mampu,
Apalagi jika suatu saat nanti harus merelakanmu pergi dari hidupku.


Untuk kau gadis bermata coklat,
Semoga kau tahu, bahwa aku ingin kisah di antara kita tidak menemui kata tamat,
Untuk kau yang bermata sendu,
Semoga kau tahu, bahwa aku tidak pernah meragu tentang dirimu,
Untuk gadis pemilik pipi berwarna tomat,
Semoga kau tahu, bahwa aku mencintaimu dengan sangat.








“Ada yang datang hanya untuk menasehati,
Ada yang datang hanya untuk sebagai figuran,
Ada yang datang hanya untuk sebagai pemeran pengganti,
Namun, Kehadiranmu tidak akan pernah terganti”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh