Langsung ke konten utama

Tiga Puluh Enam

Malaikat Tanpa Sayap


Suatu ketika aku pernah meminta izin padamu, agar diperkenankan untuk mengunjungi rumahmu,
Namun kau menolak karena alasan tidak pernah menerima tamu laki-laki sebelumnya,
Aku takjub dan memaklumi tentang hal itu.

Tapi aku mencari cara lain, untuk bisa mengucapkan suatu hal pada orang yang telah menghadirkanmu untukku,
Aku meminta nomor ponsel ibu mu,
Hal yang lantas membuatmu bertanya

"Untuk apa?”

“Aku ingin berterima kasih padanya karena telah menghadirkanmu ke muka bumi” jawabku


Dihadapanku, pipimu mendadak merah merona, dan senyuman terlukiskan di bibirmu,
Kau kelihatan malu, tapi kuyakin kau suka dengan ucapanku.

Kenapa hanya ibu ?
Kenapa tidak ayah ?


Aku tersenyum, ketika mendengarkan pertanyaan yang keluar dari mulutmu,
Kenapa selalu ibu, karena ibu adalah surga yang nyata, ia memberikan segala hal yang kau mau, tanpa ibu kau tidak akan pernah bisa hadir dan menghirup udara segar di muka bumi.


Tidak ada orang yang lebih hebat dari pada ibu, tubuhnya tidak sekuat laki-laki, namun ia selalu kuat dalam menghadapi  masalah yang datang silih berganti,
Raganya tak setegar batu karang, namun ia selalu tegar dalam menghadapi berbagai macam rintangan.


Adakah yang lebih kuat dari ibu? mengandung sembilan bulan tanpa mengenal rasa lelah,
Menggendong sampai kita bisa berjalan dan menginjak tanah,
Membesarkan kita hingga mengerti bagaimana dunia,
Memberikan semua yang terbaik agar kita bahagia.


Sementara tentang ayah,
Dia adalah laki-laki yang tidak pernah mengenal kata menyerah,
Ia adalah pemeran utama dalam sebuah keluarga,
Mencari nafkah untuk membahagiakan istri dan anak-anaknya,
Yang rela bekerja siang dan malam untuk mewujudkan keinginan anaknya tanpa mengenal rasa lelah.


Ibu dan ayah adalah dua orang yang sama-sama mengagumkan,
Kedua nya adalah kolaborasi maha dahsyat yang tidak pernah ada dua nya,
Lantas beberapa pertanyan menggeliat di kepala,


Hal-hal apa saja yang sudah kita perbuat untuk kedua nya?
Apakah kita sudah membuatnya bahagia?
Seperti yang ia lakukan dari sejak kita kecil hingga dewasa?
Apakah sudah kita menjadi teman cerita yang baik untuknya?
Bukankah ketika kecil, merekalah yang senantiasa mengajarkan kita untuk bisa bicara?
Atau jangan-jangan kita terlalu sibuk dengan dunia?
Terlalu sibuk dengan kerja, hingga lupa bahwa mereka adalah dua orang yang membesarkan kita,
Menjadi pengantar bagi kita hingga bisa mendapatkan apa yang kita punya?
Apakah kita terlalu sibuk dengan teman hingga mengabaikanya?


Jika kau bertanya siapa orang yang paling layak untuk dibahagiakan,
Maka jawaban nya adalah mereka berdua,
Sosok malaikat yang menjelma menjadi seorang manusia, yang rela melakukan apa saja untuk kebahagiaan anak nya,
Ibu merupakan tempat terbaik untuk mengadu dari segala keluh kesah yang ada,
Seringkali ia mendoakan anaknya sampai lupa mendoakan dirinya sendiri.


Adil sekali rasanya jika ada yang mengatakan bahwa surga berada di bawah telapak kaki ibu,
Bagiku segala yang diberikan ibu adalah surga dunia,
Tanpa kasih sayang tulus dari seorang ibu, kita tidak akan pernah menjadi orang yang tumbuh dewasa dengan bahagia.


Dan teruntuk kau, yang suatu saat nanti akan menjadi seorang ibu,
Semoga kau menjadi seorang ibu yang baik untuk suami dan anak-anakmu,
Memperlakukan anak-anakmu sebagaimana yang ibu dan ayahmu perlakukan padamu,
Terlepas nanti kau akan menajdi ibu dari anak-anakku atau tidak,
Aku selalu mendoakan yang terbaikmu,
Biarlah nanti waktu yang akan menjawab.




Doa ibu lebih luas daripada langit,
Dia yang tidak pernah jujur dengan luka,
Tak perduli betapa sakit hattinya,
Selalu saja terselip kata maaf untuk anak-anaknya”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh