Langsung ke konten utama

Dua Puluh Delapan

Memutuskan


Aku masih belum percaya pada diriku sendiri,
Aku pikir akan berhasil melupakanmu setelah kedatangan orang baru,
Aku pikir kau akan terhapuskan tatkala kita sudah tidak bertegur sapa,
Tapi nyatanya aku tidak pernah benar-benar bisa melupakanmu,
Setiap hari kenangan tentangmu tidak pernah berhenti berputar di dimensi otakku.


Aku tidak pernah menduga akan memperjuangkan hatimu lagi, seseorang yang pernah pergi tanpa permisi,
Aku tidak pernah membayangkan akan mencintaimu lagi, seseorang yang telah dengan tega nya menyakiti hati,
Aku pikir semua akan berakhir setelah kau pergi tanpa kabar,
Aku pikir kau tidak akan lagi hadir, ternyata hingga saat ini aku tidak pernah bisa untuk pergi mencari pengganti.


Kehadiran kau kembali menjadi alasan yang membuatku tak lagi menghiraukan dia,
Kepulanganmu  membuat ia tak lagi berarti,
Rasa cinta teramat dalam padamu lah yang membuatku tidak menghiraukannya,
Dia yang menyembuhkan ketika aku sedang terluka, malah aku lukai agar bisa menyembuhkan lukamu,
Dia yang merangkulku ketika dicampakkan, malah aku campakkan agar kau tidak berjalan sendirian,
Dia yang mengurai air mata ketika aku menangisimu, malah aku buat menangis agar bisa menghapus tangisanmu.


Sebodoh itu kah aku?
Kadang aku merasa menjadi orang paling bodoh yang pernah hidup di muka bumi,
Sudah aku coba berpikir jernih, tapi kau juga yang selalu hadir di dalam hati,
Sudah aku coba membuka lebar kedua mata, namun padanganku tak pernah lepas menatapmu,
Sudah aku langkahkan kaki hingga ke ujung dunia, namun ke padamu jua lah aku kembali,
Cinta benar-benar menyesatkanku,
Namun aku yakin sedang tersesat di jalan yang benar.


Aku bingung pada apa yang sudah aku lakukan,
Dia yang menjadi obat ketika kau menyakitiku,
Dia yang menciptakan tawa ketika kau memberi kesedihan padaku, malah aku tinggalkan untuk bisa lebih dekat denganmu,
Akan percuma jika aku tetap memaksa bertahan dengan seseorang yang sama sekali tidak aku cintai,
Kehadirannya hanya untuk menguatkan hatiku,
Kehadirannya hanya mengisi kekosonganku untuk sementara waktu,
Jadi tolong maklumi jika aku memutuskan pergi,
Dari awal pun kami hanya berkomitmen untuk membantu menyembuhkan luka satu sama lainlain, bukan untuk saling menaruh hati.


Disinilah aku mencoba menaruh harap untuk kedua kalinya padamu,
Lantas apakah terlalu tinggi harapanku untuk bisa bersamamu?
Apakah terlalu tinggi harapanku untuk bisa bersanding di sebelahmu?
Aku ingin menjalani hari bersamamu bukan semata-mata untuk membatasi duniamu,
Bkan pula untuk mengekangmu,
Aku ingin berjalan bersamamu agar bisa menjagamu dari berbagai macam keadaan,
Aku ingin semua kebahagiaan adalah milik kita berdua, yang kita ciptakan dengan penuh sukacita,
Aku ingin semua masalah yang ada menjadi masalah untuk kita berdua, yang kita selesaikan bersama-sama,
Aku ingin kita sama-sama percaya, bahwa kau adalah alasanku terlahir di dunia.


Aku ingin kau jadikan alasan untuk setiap bahagiamu,
Aku ingin kau jadikan alasan untuk senyummu tercipta,
Aku ingin kau jadikan alasan tentang segala tawa yang keluar dari mulutmu,
Aku ingin menjadi seseorang yang mewarnai hari-harimu setiap harinya,
Itu yang terpenting bagiku,
Aku tidak ingin bermain-main denganmu, yang mencintaimu karena alasan, yang mencintaimu karena sesuatu,
Aku mencintaimu dengan tulus tanpa sedikit pun alasan.


Berapa kali harus aku bilang pada mereka,
Aku mencintaimu bukan karena wajah dan parasmu yang cantik,
Aku mencintaimu karena aku merasa nyaman ketika berada di dekatmu,
Aku tidak akan marah jika kau sibuk dengan segala rutinitas yang membelenggumu,
Jika kau beri kesempatan, aku akan mendukung segala hal yang kau sukai,
Menemani kemana pun kau pergi,
Karena dari sekian banyak alasanku mencntaimu, kebahagianmu adalah hal yang paling utama







"Pada setiap terbitnya sang fajar aku mengadu,
Menyerah bukan pilihan yang tepat,
Pada setiap senja aku setuju,
Gagal mendapatkanmu, bukan berarti aku harus berhenti mrncoba"

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh