Langsung ke konten utama

Tiga Puluh

Perempuan penikmat senja


Senja hari ini menjadi sebuah fenomena yang tidak biasa,
Saat warna langit semakin menguning,
Bumi justru semakin diguyur rintik-rintik pembawa kenangan,
Kau dan senja hampir sama, sesuatu yang sudah aku tunggu dengan lama, kemudian menghilang tanpa makna, hingga akhirnya kembali lagi dengan sinar nya.


Untuk perempuan penikmat senja, kau adalah bagian tebaik yang datang ketika harapku hampir habis,
Kau adalah sebuah jawaban dari harapan yang akhirnya datang,
Kehadiranmu membawa oksigen saat aku hampir merasa hidupku telah berakhir.


Untuk perempuan penikmat senja, waktu tidak pernah merubahmu,
Kau selalu datang ketika aku sudah sangat lelah, dan hampir mengangkat bendera putih tanda menyerah,
Selayaknya tanaman yang diguyur hujan pada musim kemarau, kau membuat rasa ini tumbuh kembali.


Untuk perempuan penikmat senja, dari segala hal istimewa yang ada pada dirimu,
Aku harus menghadapi sebuah kenyatan, bahwa kau hanyalah imajinasi yang tidak pernah bisa aku buat jadi realita,
Kau pernah hadir dengan membawa sebuahsebuah bahagia, lalu pergi tanpa ada kejelasan, dan sekarang kau kembali datang.


Untuk perempuan penikmat senja,
Bolehkah aku bertanya kepada pencipta senja?
Apakah akhirnya ia akan mengantarkan kita pada kebahagiaan abadi?
Membuat kita tidak lagi merasakan sakit hati.


Untuk perempuan penikmat senja,
Aku ingin kedatanganmu tidak lagi hanya menjadi sekedar hiasan di hidupku, yang datang menyapa dari sudut langit, kemudian menghilang dilahap sang awan.


Untuk perempuan penikmat senja, aku tidak pernah benar-benar sadar,
Lelaki seperti apa yang menjadi pilihanmu, meski begitu aku tetap senang menyambut setiap kedatanganmu, seperti waktu dulu.


Untuk perempuan penikmat senja, kau adalah tempat segala perasaan cintaku berlabuh,
Berharap suatu saat nanti, kau mempersilahkan aku untuk menjadi satu-satunya pemilik hatimu,
Kau adalah alasan bahagiaku tercipta, berharap suatu saat nanti kau akan menyambutnya dengan penuh suka cita.


Untuk perempuan penikmat senja, pada sela jari-jarimu tanganku akan berlabuh,
Berharap suatu saat nanti akan kau gengam erat tanpa ada orang lain yang bisa melepaskan,
Pada dekap lembut tubuhmu, tubuhku akan datang, berharap suatu saat nanti kau akan memeluk tubuhku dengan penuh kehangatan.


Untuk perempuan penikmat senja, pada semestamu diriku akan hidup,
Berharap suatu saat nanti kau akan menghiasi hari-hariku penuh dengan keindahan,
Di dalam hatimu, hatiku akan bersemayam,
Berharap suatu saat nanti aku bisa menikmati malam-malam bersamamu penuh dengan kenyamanan.


Untuk perempuan penikmat senja, sekeras apapun jarak memisahkan,
Sekuat apapun waktu mencoba untuk merenggut kebersamaan, aku akan terus melawan agar bisa mendapatkan apa yang aku impikan.


Untuk perempuan penikmat senja, izinkan aku untuk mulai bermimpi,
Kelak kau akan menjadi milikku, membantuku menyelesaikan tanda tanya yang selama ini kucari-cari,
Aku harap kau dan aku menjadi sepasang yang saling memperjuangkan,
Mnjadi sepasang yang saling menguatkan.







“Tetaplah menjadi senja yang selalu kutunggu,
Meski ia tidak jingga, meski kelabu, aku tidak peduli,
Dan, seandainya pun waktu kembali ke masa lalu,
Aku akan tetap menunggumu”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh