Langsung ke konten utama

Kali Kedua,

Tetesan Hujan


Sore gerimis selepas tengah hari yang di rundung mendung, membuat langit terlihat kelam,
Namun langit kelam lah rupanya yang mengantarkanku pada pertemuan denganmu kala itu,
Gemuruh petir yang kadang terdengar kencang, kadang pula terdengar samar,
Lapangan luas di komplek gedung-gedung perkuliahan adalah saksi bisu pertemuan kita,
Kala itu bola matamu yang indah memancarkan sinarnya,
Menarik mataku untuk menatapnya dalam-dalam, secara tidak tersadar memaksa mulutku untuk berbicara dan mengajakmu berkenalan,
Sembari menyodorkan tanganku yang bergerak kaku karena kikuk oleh keadaan,
Kau pun mempersilahkan tanganmu untuk kusentuh dengan pelan,
Aku merasa dunia berhenti sejenak tatkala kau dan aku bersalaman,
Seakan seluruh alam semesta menyaksikan perkenalan kita,
Hal yang seketika membuat jantungku berhenti berdetak sejenak,
Untuk kemudian berdetak hebat dilanda kegugupan,
Saat tanganku dan tanganmu saling mengenggam, seketika kau membawaku ke dalam duniamu, aku selalu berharap ini menjadi persinggahanku yang terakhir,
Aku tak ingin lagi membaca hati yang lain,
Aku ingin bersandar di bawah pohon rindang bersamamu, menikmati kehangatan matahari yang abadi, hanya bersamamu.


Aku beranikan diri untuk lebih dulu menyapamu, dengan bibir yang kelu,
Aku memulai nya dengan kalimat pengantar yang paling sederhana

“Hai, sapaku”,

Kau membalas dengan kalimat yang sama, namun penuh akan makna,
Kemudian aku lanjutkan dengan kalimat penuh basa-basi agar kau tidak melihat kegamangan yang aku rasakan, menanyakan

“Dimana alamat  rumahmu?”

hingga bertanya tentang
“Apa makanan yang menjadi kesukaanmu"

setelah itu  tidak banyak hal yang kita perbincangkan, mungkin karena masih canggung di tahap awal perjumpaan, yang terpenting aku berhasil berkenalan denganmu.


Karenamu aku berhasil merasa dunia berwarna kembali,
Karenamu aku berhasil merasa seperti hidup kembali,
Bunga-bunga di dalam taman hatiku yang layu kembali bermekaran,
Rumput-rumput liar tampak lebih hijau dalam pandangan,
Pertemuan itu benar-benar menyentuh perasaanku, merubah cara pandangku dalam menjalani setiap hari-hariku yang akan datang,
Memperbaiki organ tubuh paling sensitif yang ada di dalam diriku,
Kau memikatku dengan senyuman manismu,
Dengan tutur lembut yang keluar dari suaramu,
Parasmu membuatku terperangah,
Sementara matamu membiusku untuk menatapnya lama-lama.


Setelah proses perkenalan yang penuh drama dan syarat makna untukku,
Kau berpamitan untuk pulang karena ada pekerjaan rumah yang harus segera kau selesaikan,

“Jangan pergi, gumamku dalam hati”,

Aku baru saja merasakan hangat sinar matahari setelah lama dirundung kegelapan,
Merasakan tetesan air hujan yang turun setelah sekian lama dilanda kemarau,
Disapa kesejukan setelah sekian lama dihantam badai.


Kau mendatangkan ketenangan untukku, yang sebelumnya selalu diliputi kegamangan,
Kau memberikan keyakinan untukku, yang sebelumnya senantiasa di hampiri keraguan,
Aku tidak ingin jauh-jauh darimu, bahkan disaat pertama kali kita bertemu,
Karena saat jauh darimu, berarti aku harus siap menahan sesak sepanjang waktu akibat rasa rindu yang membelenggu,
Aku tidak ingin hanya melihat wajahmu yang membeku di layar ponselku.


Kau pun berjalan pelan sembari melambaikan tangan kananmu ke arahku,
Di sertai senyum paling manis yang terukir di bibirmu,
Aku gugup seketika dan membalas lambaian tangan kananmu dengan lambaian tangan kananku yang bergerak kaku,
Aku juga membalas senyummu dengan senyum yang tercipta dari sikap gugupku.


Aku begitu merasakan euforia kebahagiaan dari pertemuan kita,
Menyambut pertemuan kita dengan penuh sukacita,
Menyimpan potret wajahmu secara otodidak di dalam otakku, untuk aku buka kembali saat berada jauh darimu,
Menyimpan bekas jabat tanganmu dalam bingkai kebahagiaan, untuk sewaku-waktu aku kenang ketika sedang tak bersamamu,
Membawa pulang aroma wangi tubuhmu, untuk aku hirup jika sedang merindukan hadirmu.


Aku merasakan kebahagiaan yang sebenar-benarnya,
Merasakan kegembiraan yang tidak pura-pura, aku  seperti anak kecil yang baru saja di berikan mainan kesukaan oleh orang tua nya,
Seperti orang dewasa yang baru saja mendapatkan hadiah terindah dari sang pencipta,
Kehadiran kau benar-benar merubah segalanya.



"Hujan dan kau sekarang adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan,
Kau penikmat hujan dan aku pengamat kenangan,
Kelak pada suatu hari aku akan mengajakmu untuk melihat turun nya hujan,
Sembari membukukan kenangan yang kita berdua ciptakan”

Komentar

  1. Setiap hujan mengungkap banyak kisah.. lanjutkan dik...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terimakasih banyak mba popi untuk semangat yang sangat berarti .

      Hapus
  2. Maaf bgda mau komen dikit gak banyak sih, kata2 nya sudah sangat apik namun terlalu bertele2 kalau untuk sebuah cerita bg, terus jangan takut2 ketika menulis bg, abang kalau menurut ku masih terkesan takut untuk mengungkap kam nya. Kadang menulis juga butuh nyali yang nyentrik bg. Tonjolkn ciri khas abang sebagai penulis .tapi selebihnya udah bagus cerita abang tapi perlu dikasih emosi dalam cerita nya bg

    BalasHapus
    Balasan
    1. Waah terimakasih banyak yaa untuk saran nya, akan sangat bermanfaat untuk saya hehe

      Hapus
  3. Syuka syekalee, ditunggu kelanjutannya qaqa🤗

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh