Langsung ke konten utama

Pendakian Gunung Dempo, PagarAlam, Sumatera Selatan














Pagaralam, Sumatera Selatan


(kali kedua) 23-27 November 2018


Bagiku sendiri ini merupakan kunjungan kedua setelah perjalanan empat tahun silam, tujuanku pun masih sama dengan niat awal pertama kali menginjakkan kaki ke kota yang hijau dan diapit bukit barisan ini,  mendaki Gunung dempo yang notabene nya adalah Gunung tertinggi di Sumatera Selatan, sesampai di kota yang terkenal dengan Pagaralam kota bunga itu, aku disambut oleh teman baikku yang dikenal semenjak 2016 lalu di salah satu agenda organisasi nasional, namanya Ursi, menurutku dia adalah salah satu representasi teman dengan berbagai karakter, kadang keras tapi sungguh penyayang, ada juga Ari teman baruku sedari di Pagaralam, sosok yang humoris, yang membuat kota Pagaralam tidak asing bagiku, juga seorang teman yang mengagumkan bernama Dimas, dia adalah seorang anak pecinta alam yang tergabung di komunitas pecinta alam basemah.

Sabtu pagi keberangkatan kami sedikit dihiasi oleh kabut tipis yang cukup membuat gigil seluruh tubuh ini, selepas satu jam pendakian, hujan mulai mengguyuri hutan gunung dempo yang sempat dilanda kebakaran 2016 silam, sempat berhenti namun hujan lagi, suasana seperti tidak akrab dengan kami, tapi untungnya aku mendaki bersama dengan orang-orang yang mengerti, bahwa hujan adalah salah satu Rahmat Allah yang tidak ternilai, selain menyejukkan juga banyak berkah di setiap rintiknya, kami pun juga sudah menyiapkan segala peralatan yang harus disiapkan ketika hujan, terinspirasi dari satu pepatah paling terkenal "sedia payung sebelum hujan", namun kami tak menyediakan payung, kami menyediakan jas hujan yang dibeli kamis sore di minimarket paling familiar di negeri ini, belum lagi jalur tugu rimau (Tugu Harimau) tak memberikan bonus, sepanjang pendakian tak banyak ditemui dataran, yang ada hanya tanjakan terjal dengan kiri-kanan dihiasi oleh jurang-jurang yang siap melahap jika tidak hati-hati.

Dengan hati yang teguh dan tekad yang kuat, kami berhasil tiba di puncak top dempo dengan selamat untuk kemudian turun ke plataran mendirikan tenda, sehabis itu kami makan, mengobrol dan tidur, karena besok pagi akan bangun pagi untuk menunaikan kewajiban umat beragama dan pergi ke puncak merapi demi melihat kawah gunung dempo,
Dijalan menuju ke Puncak marapi kami mesti melewati sebuh bukit yang tampak dekat jika dilihat dari jauh, namun terasa jauh ketika dijalani, ditengah perjalanan kami disuguhkan pemandangan samudera di atas awan, Indah sekali .

Siang hari nya sehabis makan nasi goreng dan empek-empek khas Palembang, kami bersiap-siap untuk membereskan peralatan untuk kemudian turun,
Perjalanan pulang terasa lebih berat, karena fisik yang mulai terkuras, belum lagi beberapa hal yang agak sulit di terima akal sehat yang menghiasi, kami beruntung karena melihat bunga edelweis, bunga yang merepresentasikan lambang keabadian, kami tiba di kaki gunung dengan selamat walupun harus diguyur hujan, kemudian menunggu jemputan yang datang setelah kurang lebih empat jam menunggu, kami bersyukur hingga akhirnya sampai kerumah.

Namun ditengah perjalanan kami ketemu bersama tiga orang anak kecil, kira-kira berumur 15 tahun yang pergi mendaki dengan rencana balik hari (tidak menginap) tanpa membawa logistik apapun, dan hari itu hujan deras sementara orang/tenda yang tersisa di Puncak tinggal satu tenda saja, kami pulang dr kaki Gunung jam 9 malam, tapi kami tak kunjung melihat ketiga anak orang itu turun, kami hanya berharap semoga anak kecil itu tidak apa-apa.

Esoknya saya berpamitan untuk segera pulang ke kampung halaman, karena sejauh apapun perjalanan tujuan utama adalah kembali pulang kerumah, kota ini akan selalu aku rindukan dengan segala kenangan dan keramahan di dalam nya, semoga semeseta membawaku kembali ke kota ini,

Sekian perjalanan saya bersama kawan-kawan yang mengagumkan,
Sampai jumpa,
Salam Lestari!!!

Akhmardiansa B

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh