Langsung ke konten utama

Kali Kedelapan

Sebuah Tanya


Setelah menghabiskan dua gelas kopi yang aku racik sendiri,
Aku dapati sebuah keputusan  untuk mencari tahu lebih jauh ,
Tentang siapa sosok lelaki yang kemarin jalan bersamamu,
Lelaki yang telah berhasil membuat hatiku patah,
Lelaki yang membuat hari-hariku selanjutnya penuh akan tanda tanya.


Setelah melakukan investigasi panjang dan riset yang tidak sembarangan,
Senang sekali rasanya, ketika aku mendapatkan sebuah kenyataan,
Bahwa lelaki itu bukanlah kekasihmu,
Kesenangan yang mungkin sedikit jahat,
Karena aku sedang bersenang-senang di atas kesedihan orang lain,
Kebahagiaan yang mungkin agak egois,
Karena berbahagia diatas kedukaan orang lain.


Aku tidak tahu harus bersikap seperti apa,
Aku sama saja seperti sosok lelaki yang kemarin bersamamu,
Ingin merasakan kebahagiaan yang diperoleh darimu,
Namun pada kenyataannya,
Aku dan dia mengharapkan satu wanita yang sama,
Aku dapati informasi bahwa ternyata dia yang kemarin bersamamu,
Bukanlah orang yang mengisi hatimu,
Dia hanya orang yang menyukaimu,
Mungkin sama persis dengan apa yang aku rasakan,
Namun perasaan lelaki itu tak menemui balasan, kau sama sekali tidak menyukainya,
Kau tidak merasakan hal yang sama seperti apa yang ia rasakan,
Bahkan kau baru saja menolaknya beberapa hari lalu tatkala mengutarakan cinta di sebuah cafe tengah kota .


Lantas bagaimana dengan nasibku nanti ?
Apakah aku akan merasakan nasib yang sama dengan yang lelaki itu rasakan?
Ia yang sudah acap kali bersamamu saja tidak kau izinkan masuk ke dalam hatimu


Bagaimana dengan aku yang mengajakmu berbicara secara langsung saja masih malu-malu?

Bagaimana dengan aku yang mendekatkan diri denganmu saja masih ragu-ragu?

Apakah aku bisa mendapatkanmu ?

Apakah aku bisa meluluhkan hatimu ?


Segala pertanyaan buruk tercipta di pikiranku,
Sekuat tenaga aku singkirkan pertanyaan yang mengacaukan jalan pikiranku,
Aku memilih untuk tidak menghiraukan segala macam pertanyaan yang tercipta di pikiranku,
Disini aku akan tetap berkomitmen pada tekad awalku,
Tetap mencoba menyikapi permasalahan ini dengan positif,
Mungkin saja saat ini kau memang sedang tidak ingin menjalin hubungan dengan siapa pun,
Atau memang kau menganggap lelaki itu belum cukup baik untuk menjadi kekasihmu .

Apakah aku harus menyatakan cintaku padamu

Bagaimana jika pada kenyataan nya kau menolakku ?

Bagaimana jika kau tidak membalas perasaanku ?

Bagaimana jika apa yang aku rasakan, kau malah tak pernah merasakannya ?

Bagaimana jika nanti aku menyatakan rasa, kau malah marah dan menjauhiku ?

Atau bagaimana jika kau terlalu nyaman dengan menganggapku hanya sebagai seorang teman saja ?


Dari sekian banyak pertanyaan yang tercipta,
Bohong sekali jika aku tidak takut dengan kenyataan pahit yang akan menimpaku,
Aku takut jika hal-hal buruk yang aku fikirkan benar-benar terjadi.


Bagaimana mungkin jika nantinya aku harus menjalani hari-hariku tanpa melihat senyummu?

Bagaimana mungkin hariku akan tewarnai tanpa ada kau disampingku?


Bagaimana mungkin aku bisa bernafas tanpa mengecap bau wewangian dari tubuhmu ?


Bagiku kau adalah perasaan paling hangat di musim dingin,
Kau adalah pelangi terindah di musim penghujan, mau adalah angin paling sejuk di musim panas,
Dan kau memberikan ketenangan di kala badai.







“Jika kau memutuskan untuk jatuh cinta,
Itu berarti kau juga sudah siap dengan segala resikonya,
Jika tidak sanggup dengan segala resiko yang ada,
Lebih baik tidak usah jatuh cinta saja”

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh