Berbagi Semesta
pada awalnya aku menduga, hanya aku sang pemilik bola indah matamu,
aku mencoba menerka-menerka,
namun rupanya aku tak cukup hebat dalam menerka,
aku mencoba untuk menebak,
tapi rupanya aku tak cukup lihai dalam menebak, ternyata, bukan hanya aku sang pemilik tunggal senyum di bibirmu,
pada realita nya, bukan aku pula sang pemilik tawa yang tercurah dari mulutmu.
Senyum yang kau torehkan bukan hanya untukku, senyummu ternyata terbagi ke berbagai penjuru, sialnya ada satu orang yang juga menyelinap masuk ke dalam hidupmu,
diam-diam menawarkan hati nya juga padamu, menawarkan banyak kebahagiaan sama seperti yang aku tawarkan padamu,
hingga nanti kau lah yang berhak memilih pada siapa hatimu akan kau titipkan.
Maafkan aku,
seharusnya aku sudah harus tahu diri dalam menyikapi persoalan ini,
kau bukanlah milikku,
aku hanyalah orang baru yang tiba dalam hidupmu,
seseorang yang baru saja hendak menapakkan kakiku dalam kehidupanmu,
sudah seharusnya aku memahami segala tentangmu,
bersama orang-orang yang sudah hadir terlebih dulu dalam hidupmu.
Aku berusaha untuk tetap bersikap tenang,
mencoba mencari tahu siapa lelaki yang menjadi sainganku,
aku tidak pernah menganggap nya sebagai musuhku,
aku hanya menganggap ia sebagai sainganku,
cinta tidak boleh menimbulkan permusuhan,
karena dasar dari cinta adalah kasih sayang, walaupun pada kenyataan nya banyak sekali kisah cinta yang berkahir dengan permusuhan,
hingga putusnya tali pertemanan,u
aku ingin menjadi pribadi dewasa, yang mengedepankan akal dan fikiran dalam menghadapi segala masalah dan persoalan.
Aku mencoba mencari tahu,
seberapa baik sosok lelaki yang saat ini dekat denganmu?,
apakah ia sudah hadir lebih awal sebelum kehadiranku?,
aku tidak tahu,
apakah kau mempersilahkan semua hati masuk, atau memang kau terlalu ramah ke setiap hati-hati yang baru,
harapku mendadak patah seketika,
inginku hampir saja sirna,
layaknya bias cahaya jalanan kota yang ditimpa kegelapan,
namun aku masih bisa untuk kuat, walaupun harus menghadapi kenyataan yang pahit untuk di terima .
Aku melihatmu sedang asyik berjalan dengan nya, seorang lelaki yang telah memupuskan harapanku untuk bisa bersamamu,
ia telah mencurimu dari rencana awalku,
mungkin bukan dia yang mencuri,
barang kali di sini aku menjadi seseorang yang akan mencurimu dari pelukannya.
Beberapa kemungkinan bersemeyam di pikiranku, mungkin saja dia adalah orang yang terlebih dulu masuk ke dalam hatimu,
sementara aku masih berdiri di luar,
sedang sibuk mencari waktu yang tepat untuk datang mengetuk pintu hatimu,
aku sempat berpikir untuk mencurimu darinya, namun semakin lama aku semakin berpikir, bahwa hatimu bukanlah untuk aku curi, melainkan untuk aku minta baik-baik,
dengan cara yang terbaik.
Kala itu, aku mencoba untuk tetap kuat,
melihat pemandangan yang sebenarnya tidak enak untuk aku lihat,
aku yang lebih dulu menyapamu dengan senyuman,
senyuman paling palsu yang aku pernah lukiskan, namun kau tidak menyadari senyum palsuku, sambutanmu masih sama saja dengan sebelum-sebelumnya,
mau menyambutku dengan senyuman paling manis yang kau milikki,
aku tidak bisa mengelak,
aku tenggelam sejenak dalam tatapan matamu, dalam senyum indah yang tercipta dari bibirmu, namun bergegas aku menyadarkan diriku, menampar dengan keras lamunanku yang hampir saja takluk di hadapanmu.
Susah sekali rasanya untuk berpura-pura tidak melihatmu,
apakah kau tidak menyadari bahwa aku adalah lelaki yang ingin sekali berada disampingmu untuk saat ini?
mengajakmu berkeliling kota sambil menikmati indahnya senja,
atau melihat kunang-kunang saat malam,
tapi bukankah bahagiamu juga bahagiaku?
Aku mencoba untuk meredam ego,
mencoba berkompomi dengan hatiku,
biarlah tugasku hanya membahagiakanmu,
aku tidak boleh iri terhadap kebahagiaan yang kau peroleh dari laki-laki selain diriku ,
secepat mungkin aku berpamitan dari hadapanmu,
dengan kalimat permisi paling basa-basi yang aku ucapkan,
aku bergegas meninggalkanmu,
di perjalanan pulang aku menengadahkan kepalaku ke atas langit,
merenungi nasib kurang baik yang baru saja menimpaku,
desiran angin menyapa lembut,
namun tak cukup lembut untuk memberi kesejukan pada hatiku yang baru saja di terpa rasa kecewa.
“Misalnya kau tak mengacuhkanku,
tak akan aku gelisah
tak akan aku gelisah
Aku akan menyamar menjadi angin,
yang diam-diam menyelinap di dekatmu,
Tak mungkin tak kau hirup, meski kau tak menginginkan
Komentar
Posting Komentar