Langsung ke konten utama

Rainjani

(Duka, setelah musim semi). 


Mudah sekali membuat dua orang  berjanji, tapi ternyata yang lebih muda itu adalah “Mengingkari”.

Perjalanan panjang sudah kita tempuh, siang dan malam, dingin dan panas, cerah dan hujan.  Aku fikir itu akan cukup untuk kita jadikan pelajaran dan bekal sebagai sebuah rencana hidup ke depan, tapi aku lupa menyajikan satu hal, yaitu ketidakpastian. 

Kau rupanya lebih senang mengenggam mawar yang tumbuh diantara semak belukar, daripada kaktus yang tumbuh gersang di padang pasir. Bukankah yang terlihat itu lebih menjanjikan ketimbang sesuatu yang tidak terlihat ? tapi rupanya kau berbeda.

Kutampilkan segala hal yang ada pada diriku, mulai dari kelebihan hingga kekurangan, tak satupun hal yang aku coba untuk sembunyikan. Karena bagiku sendiri hidup adalah soal penerimaan. Tapi ternyata tidak cukup untuk seorang penjelajah seperti kau. Kau hampiri banyak hati untuk memastikan bahwa (aku) layak untuk diganti. 

Kau ingat ? saat kita saling mengenggam tangan di antara pepohonan itu ? Sifatmu mengisyaratkan banyak hal, dan aku yakin betul kalau aku tidak salah memaknai. Kau ingat ? tatkala matahari pulang dari peraduan, di bibir pantai dengan warna langit kemerahan,  kau pandangi aku dalam-dalam, tanpa mengucap sepatah kata pun, aku percaya kalau kau mengharapkanku.

Seiring berjalannya waktu, kita mulai membuat rencana-rencana ke depan, dari konsep pernikahan, desain rumah, nama anak, hingga liang lahat tempat kita akan dimakamkan. Namun semua seketika lenyap ketika kau mulai cerita ini dari belakang. Harapan ini lebih dulu kau kubur dalam-dalam.

Yang tidak adil adalah waktu,memaksa kita sepakat dengan kebetulan-kebetulan, menafsirkan perasaan-perasaan yang ternyata hanya harapan tanpa kepastian.  Sehingga setelah harapan itu tidak berlaku lagi,  semua menjadi tidak masuk akal dan menyebalkan.

Akhrnya, kita tiba di garis akhir saat sedang cinta-cintanya, teka-teki selama ini pun terjawab, kau tidak tercipta untukku.

Terima kasih untuk banyak kenangan dan selamat melanjutkan perjalanan, kemudikan kapal dengan baik, kuharap kau tidak tenggelam.


Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh