Langsung ke konten utama

Berkabung

Merintihlah jika kau ingin merintih. Lepaskan rasa sakit di dadamu yang mulai lirih. Akui saja kalau hatimu punya sisi yang sangat rentan, yang perlahan akan runtuh meski kau jaga mati-matian.

Berkabunglah kalau kau harus berkabung, tulis apa saja yang membuat lukamu terasa semakin menggunung. Yakinlah, berkabung tidak akan membuat kau kehilangan harga diri, karena sejatinya kau hanya membenarkan bahwa rasa yang pernah hidup akan mati, lalu pergi. 

Berteriaklah ketika kau rasa patut untuk berteriak, luapkan segala emosi yang sudah waktunya untuk meledak. Hempaskan segala kekesalan itu sebelum semuanya semakin rumpang.  Terimalah beberapa rasa perih  atas harapan-harapanmu yang telah lirih.

Menangislah jika memang waktu nya untuk menangis. Terima kekalahan-kekalahan yang yang telah membuat batinmu kualahan. Jatuhkan semua air matamu hingga tak tersisa, kau pun tau bahwa dari berbagai macam masalah ada hal yang membuatmu putus asa.

Tak perlu takut untuk dilihat lemah, bilang saja kalau kau sedang resah. Beri kesempatan pada dirimu untuk merasakan segala gundah, agar kelak semua bisa berjalan seperti sedia kala. Karena mungkin saat ini kekuatan hatimu sedang dicoba. 

Layaknya sungai, biarkan saja kekeruhan ini terus mengalir sebelum akhirnya jernih kembali. Pahami kesalahan-kesalahan apa saja yang tidak untuk diulang, cari tahu kebahagian-kebahagian semacam apa yang mestinya kau dapatkan.

Bersedih sejenak, kemudian berbahagia lagi.

Jatuh , kemudian bangkit lagi.

Jadikan dirimu menjadi lebih kuat. 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh