Betapa melelahkan menulis surat untuk seseorang yang tidak gemar membaca, melukis kebaikan untuk seseorang yang tidak suka pada lukisan. Betapa sia-sia menunggu seseorang yang tidak pernah menganggap berartinya sebuah penantian. Betapa bodohnya aku yang selalu bersedia melakukan itu.
Aku lelah dengan semua perjalanan yang dipersembahkan semesta, tentang apapun antara aku dan kau. Maksudku, antara aku dan perasaanku padamu. Aku dan kau ? merasa aku pernah ada di hidupmu saja kau tidak.
Tapi, seperti itulah aku. Memaki namun mencari, dan selalu, aku menemukanmu begitu terlambat. Atau itulah jalan terbaik yang diberikan semesta. Kau dengannya setelah kemarin menangis tersedu-sedu dihantam pilu, mencurahkan segala yang kau punya denganku, hanya denganku.
Kau bilang sama sekali tidak tertarik, bahkan menghiraukan nya saja kau tidak. Seperti film yang bolak-balik diputar, aku selalu tahu bagaimana akhirnya. Kau kembali pergi dan aku kembali menunggu sesuatu yang sedari awal tidak kucari, aku menemukan.
Semua hal ini awal-awal membuatku payah, merunut kembali langkah yang berserakan tak tahu arah. Ada hasrat dalam kepala untuk mengingat banyak kejadian, terutama kenangan-kenangan bersamamu yang terlanjur membekas dan tak mau hilang. Baiklah, aku yang akan beradaptasi semisal kenangan itu kembali datang. Tidak, aku tidak akan mengusir paksa pikiran-pikiran itu, aku akan berteman dengan memaknai hikmah nya dengan sebaik-baiknya hikmah.
Aku akan baik-baik saja, selayaknya hidupmu sekarang meski ada atau tidaknya aku. Sudah waktunya aku untuk terbiasa, bukan melupakan. Sudah waktunya melakukan perjalanan untuk kehidupan-kehidupan yang baru.
-SabarHati
Komentar
Posting Komentar