Langsung ke konten utama

Pamit

 Sebenarnya bukan ingin menghilangkan, tapi biarkan saja rasa ini gugur dengan diri sendiri nya. Aku tahu kalau pilihanku saat ini salah, tapi berjuang dengan ketidakpastian dan jauh dari harapan juga percuma. Manusia mana yang tahan terus-terusan dijadikan opsi dari banyaknya pilihan? Selama berbulan-bulan dengan  situasi yang berbeda-beda? Hati ini sudah lelah sekali.


Tanganku bergerak berupaya mencari jalan keluar, tapi sikap dan perhatianmu menghalangiku untuk pergi kemana-mana. Aku yang terlalu bodoh dalam menyikapi rasa? Atau kau yang mampu membawaku pada suasana? Sampai kapan aku akan terus bertahan dengan rasa sakit yang riuh redam?


Aku lelah, bukan lelah untuk berbuat baik. Melainkan lelah menunggu jawaban atas tanda tanya yang kian hari tampak kian panjang. Entah berapa banyak aamiin-aamiin yang aku upayakan di waktu-waktu sepertiga malam. 


Aku lambat mengerti bahwa yang aku impikan takkan selalu jadi kenyataan, salah satunya adalah memilikimu. Aku jadi teringat sebuah kalimat "Kalau ada yang datang ke hidup kita – cepat atau lambat – pasti akan pergi". Yang membedakan hanya prosesnya.


Maaf, aku kalah dengan keadaan. aku pamit undur diri, aku putus asa. Bukan untuk menghilang, hanya untuk menyadarkan diri bahwa memang aku harus pulang. 

Aku akan beristirahat. sebentar untuk kemudian berjuang lagi.


Kau, sehat-sehat dan jaga diri. Angsa .

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sendu

 Sore tadi mendung, dan seketika hujan turun dengan lebat. Tiba-tiba, diatas kendaraan roda dua yang kukendarai, sekelebat kenangan menerobos masuk begitu saja tanpa permisi. Kita memang seperti hitam dan putih ya ? Jujur, sampai saat ini aku masih belum mengerti, mengapa dulu kau izinkan orang yang hidupnya sehampa aku masuk ke dalam hidup yang begitu ramai. Aku tak mengerti mengapa dulu kau berikan aku banyak perbincangan baik dan kopi yang hangat. Dan aku lebih tidak mengerti mengapa setelah itu semuanya lepas seperti benang yang sengaja diputus, kertas yang sengaja dirobek tanpa pernah memberi penjelasan mengapa semuanya harus dilakukan. Aku ingat, kau ingat tidak ? Dulu, kau pernah mengingatkan aku. Yang nadanya se-khawatir ini : “Kalau udah sampai rumah, ngabarin itu gapapa loh yaa” Yang kemudian aku balas dengan senyum sepanjang hari dalam diri. Lantas, sekarang mengapa nada nya menjadi sepilu ini : “Kau apa kabar ? aku dengar kau sedang sakit. Semoga lekas sembuh ya Ann” Yang c

Permulaan

Bagi sebagian orang, malam selalu menjadi waktu terbaik untuk merebahkan lelah setelah seharian bergulat pada kerja, untukku tidak demikian. Malam adalah waktu terbaik untuk aku bercerita dan mendengarkan ceritamu. Setiap malam, setelah tubuh berada di ujung lelah, kau hadir walau hanya lewat suara.  Kau bercerita tentang bagaimana harimu, tentang sebanyak apa kegelisahan-kegelisahan yang kau temui sepanjang hari. Aku dengan antusias mendengar setiap untaian kata yang kau bicarakan. Setelah semua hal dirasa selesai, kau pamit untuk melanjutkan cerita ini dari dalam mimpi. Aku mengiyakan sembari menitipkan sepucuk rindu dari balik awan, berharap akan kau temui besok pagi dari balik tumbuhan yang kau rawat dengan sepenuh hati.  Kufikir, setelah perbincangan-perbincangan sebelum tidur yang rutin kita lakukan, selepas aku menjadi tempat segala keluh kesahmu tercurah, aku akan menjadi satu-satunya di hatimu. Kau bercerita tentang banyak hal, tentang kesalahan di masa lalu yang tidak akan ka

Memaknai Rinjani #1

"AWAL” Setelah berhasil menginjakkan kaki di puncak berapi tertinggi di Indonesia (Kerinci 3805 Mdpl). Kemudian dilanjutkan dengan puncak berapi tertinggi ketiga (Semeru 3676 Mdpl). Perasaan untuk menyambung silaturahmi ke tanah berapi tertinggi kedua (Rinjani 3726 Mdpl) pun hadir. Ada perasaan yang sulit sekali untuk diterjemahkan, entah mengapa Rinjani selalu membuat mata terpanah ketika melihat keindahan alam nya, walaupun hanya dari layar kaca. Semua berawal dari bulan April, 2020. Saya menghubungi beberapa orang kawan untuk ikut serta, gayung bersambut, ternyata kami punya impian yang sama. Waktu berjalan, rencana awal mendaki di bulan Juni harus pupus karena pandemi, dengan berat hati kami coba mengikhlaskan. Semula tidak ada niatan untuk mengubah jadwal pendakian, tapi seiring waktu berjalan, rencana yang hancur disusun lagi puing demi puing, Desember, adalah waktu yang kami pilih untuk mengunjungi Rinjani ! Seminggu sebelum berangkat banyak sekali halang rintang yang mengh